Selasa, 03 Maret 2015

cerpen

MUSUH JADI SAHABAT

“Anak anak . hari ini kedatangan murid baru. Bapak harap kalian senang atas kedatanganya. Tyas, mari masuk !”seru pak adam, wali kelas kami.
Kuliihat anak perempuan berambut pirang masuk ke kelas dengan bertolak pinggang.wajahnya sangat cantik, gumamku.
“ehm.. Hello ! namaku tyas. Aku berasal dari negara kanguru, tepatnya australia. Aku lahir di perth. Dan aku harap kalian senang atas kedatanganku.”kata tyas memperkenalkan dirinya. Aku tercengang, dari australia?
“baiklah,tyas,silahkan duduk di samping ...” pak adam berfikir lama.
“ah,itu disamping amanda. Tepatnya di belakan afis.anak berambut coklat itu!”seru pak burhan. Ya, anak berambut ciklat adalah aku.
“Ooh... yang itu...”ia memasang wajah sinis padaku.ia berjalan bagai model,dan duduk tepat di belakangku.
Aku menyapanya,
“Hai! Namaku Afis. Senang bisa mengenalmu...” sapaku ramah dengan senyuman seraya mengulurkan tanganku.
“Iihh... jijik! Udah sana sana!” ucapan kasar. Aku hanya bisa diam. Walau ada sedikit kekecewaan sedikit di dalam hati..Hmmm...Biasanya anak baru memang begitu,gumamku seraya mengalihkan pandangan ke papan tulis.Mungkin lain kaliia bisa menerimaku,gumamku lagi.
Teng! Teng! Tenggg!!!
Bel tanda pulang sekolah berbunyi.
“Baiklah anak anak. Silahkan berkemas kemas. Waktunya pulang.” Kata Pak Adam. Aku pun pergi ke luar kelas.
“Afis, tunggu!” Teriak seseorang memanggil namaku. Aku menoleh ke belakang, mencari cari asal suara.
“Eh, Lupuz. Ada apa?” Tanyaku.
“Bagaimana rasanya duduk dekat dengan anak baru? Pasti enak dong! Apalagi dari Australia.” Tanya Lupuz, teman akrabku. “Tidak juga, Puz… Ia terlihat sangat sombong. Benar benar sombong. Tapi aku yakin, suatu saat ia akan menerimaku…” Jawabku, dengan nada rendah.
Tiba tiba…
“Awas, minggir! Aku mau lewat! Beri jalan!”
BRUKK!!!
“Aww, sakit…” Rintihku karena terjatuh. Aku terjatuh karena didorong oleh tyas, anak baru itu.
“Eh anak baru! Pakai mata dong kalau mau lewat!” Teriak Lupuz.
“Udahlah, Puz. Gak apa apa, kok. Namanya juga anak baru…” Kataku membela tyas.
“Kenapa kamu bela belain dia? Dia kan jahat sama kamu… Dia itu menganggapmu musuh. Bukan teman.” Perkataan Lupuz membuatku terdiam. Apa benar yang dikatakan Lupuz?
“Kau benar, Puz…” Kataku seraya menganggukkan kepala. Aku terhasut omongan Lupuz…
Hari ini, aku akan benar benar mengubah sikapku pada anak itu. Ia menganggapku musuh, aku pun harus begitu. Aku takkan kalah darinya!
Saat di sekolah, aku berlari terburu buru masuk ke kelas. Meletakkan tas dan duduk di kursi. Seperti biasa, Lupuz menyapaku,
“Pagi... Sepertinya semangat nih, hari ini…” Sapanya.
“Haha… Aku mengenal sapaan itu sejak kelas 1 sd…”
“Hmm… Ya…”
Cukup lama kami berbincang bincang. Tiba tiba saja anak berambut pirang datang memasuki kelas. Aku kenal rambut pirang itu. tyas!
“Morning!” Sapa tyas dengan sombongnya.
“Huh…” Aku mendengus kesal. “Afis, kita ke taman saja.” Ajak Lupuz.
“Iya, aku juga malas melihat wajah anak baru itu!” Seruku mengiyakan.
Sesampainya di taman…
“Aduh, Puz… Aku tinggal dulu ya… Gak tahan nih…” Kataku.
“Iya. Udah cepat sana…” Kata Lupuz.
Aku pergi ke toilet untuk buang air kecil.
Sesampainya di toilet, aku menutup pintu dan buang air kecil. Saat ingin keluar…
“Wah, gawat! Pintunya terkunci!  Tolooongg! Tolooongg! Toloongg akuuu!”  Teriakku meminta bantuan seraya mengetuk ngetuk pintu toilet
Sudah hampir 1 jam aku disini…
Aku tak tahan lagi…
Seketika semuanya gelap…
Aku membuka mata perlahan. Pandanganku masih buram. Terlihat seorang anak perempuan di hadapanku. Siapa dia?
Semakin lama penglihatanku semakin jelas. Dan ternyata anak yang kukira Lupuz ternyata bukan! Melainkan Tyas, Anak Australia itu.
Aku memperhatikan sekelilingku. Ini ruang UKS!
“Ugh… Tyas?! Kau pasti yang telah mengunci pintu toiletnya kan?! Tolooong! Di sini pelakunyaa!!” Teriakku.
“Shht…” Tyas menutup mulutku.
“Afis, Tyas bukan pelakunya. Justru tyaslah yang telah menyelamatkanmu. Pintu toiletnya tidak ada yang mengunci. Melainkan terkunci sendiri. Maklum, pintu toilet itu tidak pernah diperbarui…” Jelas Pak Adam  yang ternyata mendengar teriakanku. Tunggu, Tyas menolongku?
“Tyas?” Kataku tak percaya.
Pak Adam  mengangguk. Tak terasa, air mata jatuh dengan deras dari mataku.
Tyas memelukku. Sangat hangat…
“Terima kasih Tyas. Maaf, aku telah menuduhmu…” Aku mempererat pelukan.
“Aku juga minta maaf karena bersikap sombong padamu. Aku tahu itu salah…” Air mata Tyas berjatuhan. Ia melepaskan pelukan dan mengacungkan jari kelingkingnya dan mengatakan,
“Sahabat?” Tanyanya seraya menghapus air mata di wajahnya.
Aku mengangguk dan berkata, “Ya, sahabat,” seraya mengacungkan jari kelingkingku.
Kami kembali berpelukan. Pak Adam yang menyaksikan persahabatan kami, hanya bisa tersenyum melihatnya.

By : Zazid Lupuz



1 komentar: