MUSUH JADI SAHABAT
“Anak anak . hari ini kedatangan murid baru. Bapak harap
kalian senang atas kedatanganya. Tyas, mari masuk !”seru pak adam, wali kelas
kami.
Kuliihat anak perempuan berambut pirang masuk ke kelas
dengan bertolak pinggang.wajahnya sangat cantik, gumamku.
“ehm.. Hello ! namaku tyas. Aku berasal dari negara kanguru,
tepatnya australia. Aku lahir di perth. Dan aku harap kalian senang atas
kedatanganku.”kata tyas memperkenalkan dirinya. Aku tercengang, dari australia?
“baiklah,tyas,silahkan duduk di samping ...” pak adam
berfikir lama.
“ah,itu disamping amanda. Tepatnya di belakan afis.anak
berambut coklat itu!”seru pak burhan. Ya, anak berambut ciklat adalah aku.
“Ooh... yang itu...”ia memasang wajah sinis padaku.ia
berjalan bagai model,dan duduk tepat di belakangku.
Aku menyapanya,
“Hai! Namaku Afis. Senang bisa mengenalmu...” sapaku ramah
dengan senyuman seraya mengulurkan tanganku.
“Iihh... jijik! Udah sana sana!” ucapan kasar. Aku hanya
bisa diam. Walau ada sedikit kekecewaan sedikit di dalam hati..Hmmm...Biasanya
anak baru memang begitu,gumamku seraya mengalihkan pandangan ke papan
tulis.Mungkin lain kaliia bisa menerimaku,gumamku lagi.
Teng! Teng! Tenggg!!!
Bel tanda pulang sekolah berbunyi.
“Baiklah anak anak. Silahkan berkemas kemas. Waktunya
pulang.” Kata Pak Adam. Aku pun pergi ke luar kelas.
“Afis, tunggu!” Teriak seseorang memanggil namaku. Aku
menoleh ke belakang, mencari cari asal suara.
“Eh, Lupuz. Ada apa?” Tanyaku.
“Bagaimana rasanya duduk dekat dengan anak baru? Pasti enak
dong! Apalagi dari Australia.” Tanya Lupuz, teman akrabku. “Tidak juga, Puz… Ia
terlihat sangat sombong. Benar benar sombong. Tapi aku yakin, suatu saat ia
akan menerimaku…” Jawabku, dengan nada rendah.
Tiba tiba…
“Awas, minggir! Aku mau lewat! Beri jalan!”
BRUKK!!!
“Aww, sakit…” Rintihku karena terjatuh. Aku terjatuh karena
didorong oleh tyas, anak baru itu.
“Eh anak baru! Pakai mata dong kalau mau lewat!” Teriak Lupuz.
“Udahlah, Puz. Gak apa apa, kok. Namanya juga anak baru…”
Kataku membela tyas.
“Kenapa kamu bela belain dia? Dia kan jahat sama kamu… Dia
itu menganggapmu musuh. Bukan teman.” Perkataan Lupuz membuatku terdiam. Apa
benar yang dikatakan Lupuz?
“Kau benar, Puz…” Kataku seraya menganggukkan kepala. Aku
terhasut omongan Lupuz…
Hari ini, aku akan benar benar mengubah sikapku pada anak
itu. Ia menganggapku musuh, aku pun harus begitu. Aku takkan kalah darinya!
Saat di sekolah, aku berlari terburu buru masuk ke kelas.
Meletakkan tas dan duduk di kursi. Seperti biasa, Lupuz menyapaku,
“Pagi... Sepertinya semangat nih, hari ini…” Sapanya.
“Haha… Aku mengenal sapaan itu sejak kelas 1 sd…”
“Hmm… Ya…”
Cukup lama kami berbincang bincang. Tiba tiba saja anak
berambut pirang datang memasuki kelas. Aku kenal rambut pirang itu. tyas!
“Morning!” Sapa tyas dengan sombongnya.
“Huh…” Aku mendengus kesal. “Afis, kita ke taman saja.” Ajak
Lupuz.
“Iya, aku juga malas melihat wajah anak baru itu!” Seruku
mengiyakan.
Sesampainya di taman…
“Aduh, Puz… Aku tinggal dulu ya… Gak tahan nih…” Kataku.
“Iya. Udah cepat sana…” Kata Lupuz.
Aku pergi ke toilet untuk buang air kecil.
Sesampainya di toilet, aku menutup pintu dan buang air
kecil. Saat ingin keluar…
“Wah, gawat! Pintunya terkunci! Tolooongg! Tolooongg! Toloongg akuuu!” Teriakku meminta bantuan seraya mengetuk
ngetuk pintu toilet
Sudah hampir 1 jam aku disini…
Aku tak tahan lagi…
Seketika semuanya gelap…
Aku membuka mata perlahan. Pandanganku masih buram. Terlihat
seorang anak perempuan di hadapanku. Siapa dia?
Semakin lama penglihatanku semakin jelas. Dan ternyata anak
yang kukira Lupuz ternyata bukan! Melainkan Tyas, Anak Australia itu.
Aku memperhatikan sekelilingku. Ini ruang UKS!
“Ugh… Tyas?! Kau pasti yang telah mengunci pintu toiletnya
kan?! Tolooong! Di sini pelakunyaa!!” Teriakku.
“Shht…” Tyas menutup mulutku.
“Afis, Tyas bukan pelakunya. Justru tyaslah yang telah
menyelamatkanmu. Pintu toiletnya tidak ada yang mengunci. Melainkan terkunci
sendiri. Maklum, pintu toilet itu tidak pernah diperbarui…” Jelas Pak Adam yang ternyata mendengar teriakanku. Tunggu, Tyas
menolongku?
“Tyas?” Kataku tak percaya.
Pak Adam mengangguk.
Tak terasa, air mata jatuh dengan deras dari mataku.
Tyas memelukku. Sangat hangat…
“Terima kasih Tyas. Maaf, aku telah menuduhmu…” Aku
mempererat pelukan.
“Aku juga minta maaf karena bersikap sombong padamu. Aku tahu
itu salah…” Air mata Tyas berjatuhan. Ia melepaskan pelukan dan mengacungkan
jari kelingkingnya dan mengatakan,
“Sahabat?” Tanyanya seraya menghapus air mata di wajahnya.
Aku mengangguk dan berkata, “Ya, sahabat,” seraya
mengacungkan jari kelingkingku.
Kami kembali berpelukan. Pak Adam yang menyaksikan
persahabatan kami, hanya bisa tersenyum melihatnya.
By : Zazid Lupuz
cerpen bagus ..
BalasHapus